Tuesday, January 6, 2015

Budaya Lisan dan Tulisan di Era Post-Modern

Era post-modern yang berkembang dewasa ini telah membawa kearah yang penuh dengan ketidakpastian. Di mana tidak ada  nilai benar atau salah yang mutlak bisa dipertahankan, semua kemungkinan bisa terjadi di mana suatu ide dan gagasan yang dianggap benar atau salah pada masa modern bisa diputar balik, diset ulang pada masa ini. Teori-teori black swam  sangat mendukung  untuk konsep post-modern ini, dimana salah satu contohnya adalah ketika semua orang dari belahan dunia manapun mengetahui bahwa binatang yang namanya angsa adalah  binatang yang berbulu putih dari tahun ketahun dan mungkin lebih lama lagi dari masa kemasa, namun secara seketika ditemukan anggsa berbulu hitam di Australia yang telah mematahkan pengetahuan selama ini tentang bahwa angsa adalah berbulu putih, hal ini menjadi suatu pertanyaan dan refleksi yang sangat besar bagi banyak orang, tentang adakah kepastian yang mutlak ataukah sebenarnya masih banyak pengetahuan yang belum terungkap oleh umat manusia  di mana sebenarnya masih banyak hal-hal yang belum diketahui oleh umat manusia, yang belum terpecahkan oleh ilmu pengetahuan di mana sesuatu yang sebenarnya dianggap modern selama ini ternyata adalah sesuatu yang primitif dan sesuatu yang dianggap primitif adalah merupakan suatu bentuk bijaknya.
            Masyarakat di negara maju yang selama ini memuja modernisasi sebagai suatu bentuk kebijaksanaan dari kehidupan umat manusia telah mulai kembali lagi ke bentuk tradisi yang selama ini dianggap kuno dan primitif dan harus ditinggalkan, diganti dengan sesuatu yang serba modern. Ini tercermin dari sifat masyarakat di negara-negara maju yang lebih pluralis terhadap ide dan gagasan yang muncul contoh nyatanya adalah ketika pada masa modern saat ditemukannya berbgai teknologi untuk membantu masyarakat mengeksploitasi alam dengan semaksimal mungkin dengan dalih untuk kesejahteraan masyarakatnya namun setelah itu apa  yang terjadi alam malah berbalik memusuhi dengan memberikan bencana yang  tidak kunjung ada habisnya, namun coba kita renungi bersama bagaimana masyarakat pada masa lalu yang disebut sebagai masa primitif di mana teknologi belum berkembang seperti masa modern dapat bertahan hidup dan tetap sejahtera, yaitu dengan menjalin relasi yang harmonis dengan alam, dengan hal-hal yang tabu yang dianggap sebagai mitos-mitos yang tidak rasional oleh masyarakat modern, tetapi menjadikan mereka tetap bisa bertahan.
Walaupun pemikiran-pemikiran mereka adalah sesuatu yang tidak rasional bagi orang-orang yang hidup dimasa modern, argumen dari masyarakat yang masih menghargai unsur-unsur tradisi terhadap masyarakat modern, bisa jadi masyarakat modern tersebut pengetahuannya belum sampai kepada pemahamannya terhadap hal yang tidak rasional sebagai sesuatu hal yang sebenarnya rasional. Hal inilah yang banyak dipelajari kembali oleh masyarakat di negara maju. Tetapi bagaimana dengan masyarakat negara-negara berkembang seperti Indonesia ini, sampai dimanakah pemikirannya, apakah masih  mencoba meninggalkan masa mitis dengan kearifan-kearifan lokalnya untuk menuju masyrakat modern yang telah mulai ditinggalkan masyarakat di negara-negara maju dengan kembali lagi ke nilai-nilai tradisi.
Ada hal yang  menarik ketika kita bicara mengenai informasi di era post-modern, di mana  aktualisasi yang kita tangkap dapat berbentuk lisan dan tulisan. Dan ketika dicermati secara seksama, bahwa pada masyarakat Indonesia masih   menyukai budaya lisan, maka  informasi penting yang seharusnya dapat dibakukan dalam bentuk catatan, aturan dan sejenisnya, masih jauh dari harapan. Namun apakah ini bisa disebut dengan suatu ketertinggalan dan harus diganti dengan budaya tulis dimana sebagian orang ada yang menganggap bahwa budaya tulis adalah sesuatu yang modern, apabila kita belajar dari contoh-contoh diatas, ini semua dapat dipertanyakan lagi dapat diteliti, apakah harus mengganti budaya lisan dengan budaya tulis, atau mempertahankan budaya lisan tanpa perlu menggantinya dengan budaya tulis, atau budaya lisan dan tulis sama-sama dipertahankan sebagai bentuk pluralis yang lebih bijaksana.
Apabila dilakukan pengamatan yang sederhana terhadap kebiasaan hidup sehari-hari masyarakat Indonesia, baik anak-anak maupun orang dewasa, tampaknya kegiatan membaca masih belum menjadi suatu kebiasaan. Oleh karena itu apakah budaya tulis dapat benar-benar diterapkan di masyarakat Indonesia, apakah hal itu tidak terkesan seperti memaksakan, budaya baca saja belum tertanan tetapi sudah ingin merubah semuanya menjadi budaya tulis, apakah ini bisa menjadikan semuanya bernilai negatif dengan kehilangan kebiasaan budaya lisan dan tidak memperoleh perubahan ke budaya tulis tentunya. keadaan yang demikian ini dapat dikatakan sebagai suatu cerminan dari masyarakat yang mengalami kemunduran.
Sumber : http://komunitas.ui.ac.id/pg/blog/purwanto.putra/read/32449/budaya-lisan-dan-budaya-tulisan-di-era-postmodern

0 comments:

Post a Comment