Masyarakat di negara maju yang selama ini memuja modernisasi sebagai suatu
bentuk kebijaksanaan dari kehidupan umat manusia telah mulai kembali lagi ke
bentuk tradisi yang selama ini dianggap kuno dan primitif dan harus
ditinggalkan, diganti dengan sesuatu yang serba modern. Ini tercermin dari
sifat masyarakat di negara-negara maju yang lebih pluralis terhadap ide dan
gagasan yang muncul contoh nyatanya adalah ketika pada masa modern saat
ditemukannya berbgai teknologi untuk membantu masyarakat mengeksploitasi alam
dengan semaksimal mungkin dengan dalih untuk kesejahteraan masyarakatnya namun
setelah itu apa yang terjadi alam malah berbalik memusuhi dengan
memberikan bencana yang tidak kunjung ada habisnya, namun coba kita
renungi bersama bagaimana masyarakat pada masa lalu yang disebut sebagai masa primitif
di mana teknologi belum berkembang seperti masa modern dapat bertahan hidup dan
tetap sejahtera, yaitu dengan menjalin relasi yang harmonis dengan alam, dengan
hal-hal yang tabu yang dianggap sebagai mitos-mitos yang tidak rasional oleh
masyarakat modern, tetapi menjadikan mereka tetap bisa bertahan.
Walaupun pemikiran-pemikiran mereka
adalah sesuatu yang tidak rasional bagi orang-orang yang hidup dimasa modern,
argumen dari masyarakat yang masih menghargai unsur-unsur tradisi terhadap
masyarakat modern, bisa jadi masyarakat modern tersebut pengetahuannya belum
sampai kepada pemahamannya terhadap hal yang tidak rasional sebagai sesuatu hal
yang sebenarnya rasional. Hal inilah yang banyak dipelajari kembali oleh
masyarakat di negara maju. Tetapi bagaimana dengan masyarakat negara-negara
berkembang seperti Indonesia ini, sampai dimanakah pemikirannya, apakah
masih mencoba meninggalkan masa mitis dengan kearifan-kearifan lokalnya
untuk menuju masyrakat modern yang telah mulai ditinggalkan masyarakat di negara-negara
maju dengan kembali lagi ke nilai-nilai tradisi.
Ada hal yang menarik ketika
kita bicara mengenai informasi di era post-modern, di mana aktualisasi
yang kita tangkap dapat berbentuk lisan dan tulisan. Dan ketika dicermati
secara seksama, bahwa pada masyarakat Indonesia masih menyukai
budaya lisan, maka informasi penting yang seharusnya dapat dibakukan
dalam bentuk catatan, aturan dan sejenisnya, masih jauh dari harapan. Namun
apakah ini bisa disebut dengan suatu ketertinggalan dan harus diganti dengan
budaya tulis dimana sebagian orang ada yang menganggap bahwa budaya tulis
adalah sesuatu yang modern, apabila kita belajar dari contoh-contoh diatas, ini
semua dapat dipertanyakan lagi dapat diteliti, apakah harus mengganti budaya
lisan dengan budaya tulis, atau mempertahankan budaya lisan tanpa perlu
menggantinya dengan budaya tulis, atau budaya lisan dan tulis sama-sama
dipertahankan sebagai bentuk pluralis yang lebih bijaksana.
Apabila dilakukan pengamatan yang
sederhana terhadap kebiasaan hidup sehari-hari masyarakat Indonesia, baik
anak-anak maupun orang dewasa, tampaknya kegiatan membaca masih belum menjadi
suatu kebiasaan. Oleh karena itu apakah budaya tulis dapat benar-benar
diterapkan di masyarakat Indonesia, apakah hal itu tidak terkesan seperti
memaksakan, budaya baca saja belum tertanan tetapi sudah ingin merubah semuanya
menjadi budaya tulis, apakah ini bisa menjadikan semuanya bernilai negatif
dengan kehilangan kebiasaan budaya lisan dan tidak memperoleh perubahan ke
budaya tulis tentunya. keadaan yang demikian ini dapat dikatakan sebagai suatu
cerminan dari masyarakat yang mengalami kemunduran.
Sumber : http://komunitas.ui.ac.id/pg/blog/purwanto.putra/read/32449/budaya-lisan-dan-budaya-tulisan-di-era-postmodern
0 comments:
Post a Comment